Jahiliyahku, aku tidak perduli apakah Tuhan telah
menciptakan Surga dan Neraka sebagai balasan atas perbandingan berat bulu kejujuran
dengan jiwa manusia. Aku tidak perduli kemana Anubis akan membawaku di alam
baka setelah kematian. Namun aku hanyalah pancaran ke seribu sejak akal pertama
Tuhan. Saat Tuhan melafadzkan kun atas roh-roh-Nya, Muhammad pun tidak dapat
membatalkan seluruh naskah takdir yang
mereka bawa ke dunia.
Aku tidak perduli apakah kau menganggap Iskariot
sebagai Isa, dan mendustakan Ismail sebagai putra sulung Ibrahim. Aku tidak
perduli bagaimana kau meyakini ajaran Paulus sebagai kebenaran. Namun bagiku, kau adalah Sang Guru yang
diciptakan Tuhan untuk menyertaiku dalam mengembalikan fitrah sebagaimana Dia menuntun Yahudi menuju Kanaan. Kau adalah
Hathor yang menunjukkan baratku melalui keangkuhanmu pada bangsa Arab. Kau
mengejariku putih dengan memperlihatkanku hitam.
Sekarang, Kasih, aku berdoa pada Tuhan untuk
memberimu al-hadiyyat sebagai
perwujudan rasa terimakasihku padamu. Namun saat Dia belum menggerakkan
tangan-Nya melainkan hanya orang terpilihlah yang dapat menerima al-hadiyyat itu, patutkah aku marah
sedangkan karena kebenaran-Nyalah aku berdoa untukmu?
0 Komentar at “Sang Guru”
Posting Komentar