Seorang wanita berambut hitam
panjang duduk anggun di pelataran puing-puing kemerdekaan, mengucir rambut
seorang anak lusuh, bersenandung lagu nasional. Wajah tirisnya penuh akan
goresan-goresan usia yang menceritakan puluhan tahun perjuangan. Di hadapannya,
kaki-kaki telanjang berlarian dan meneriakkan umpatan demi umpatan atas nama
kehidupan, mempertemukan ujung tombak dengan darah Yahudi kemudian tubuh-tubuh
akan tergeletak dengan kepala terpenggal.
Sang Jendral melangkah maju dari
barisan manusia berbaju-baja, mengaungkan peringatan pertama pada para fedayeen. Sepertinya, semakin langka
sebuah permata akan semakin berharga nilai-harganya, dan keterbatasan bangsa
Yahudi itu mengancam keberlebihan bangsa Arab. Bukankah akan ada suatu jaman dimana jumlahmu sangat banyak namun kualitasmu
seperti buih?
“Bunuh saja satu orang Yahudi!
Akan kau lihat satu-persatu bangsamu jatuh melepaskan rohnya”, titah Sang Jendral.
“Aku muak bersabar di sebuah
negeri yang penuh orang marah. Aku muak berdiam di tengah orang-orang yang
hanya dapat berkata. Pedulikan perintahnya, serang saja, kemudian ambil kembali Kanaan!”, salah seorang fedayeen.
“Ini tanah kami, tanah yang
dijanjikan. Dan kalian para penghalang adalah yang mengingkari Tuhan.”
“Ini tanah kami, tanah yang kami
perjuangkan. Dan kalian para pendatang adalah orang yang dimurkai Tuhan! “
Kemudian wanita disana, tanpa
melepaskan tangannya dari kuciran rambut anaknya, bangkit dan berjalan
mendekati dua bangsa yang saling beramarah. “Aku bukan Arab! Aku pun bukan
Israel. Aku hanya pengembara yang merebahkan lelahku di tanah ini. Aku bukan
Arab pun Israel, yang pantas dipisahkan dari kehidupan atas nama tanah yang
dijanjikan. Aku hanya ingin merengkuh kedamaian dalam kehidupan. Namun kenapa
kalian penggal juga kepala puteriku hanya demi tanah?”
“Aku tak membenci kalian. Aku tak
mencuri hak kalian. Tapi jika kalian bunuh anakku, akan kugali kuburan
nenek-moyang kalian dan kujadikan kuburan anakku!”
Dan kepalanya pun terpenggal.
0 Komentar at “Tanah yang Dijanjikan”
Posting Komentar