Idealisme

BAB I
PENDAHULUAN


A.           Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari, kata ideal sering dipakai untuk mengungkapkan standar selera seseorang dalam mengukur suatu hal. Namun dalam filsafat, Idealisme bertitik-tolak pada pengertian ide.
Idealisme mengatakan bahwa ide adalah sebab adanya segala sesuatu. Ide adalah realitas pembentuk segalanya dan apa yang ditangkap oleh indra adalah hasil darinya.
Namun dalam perkembangannya, para tokoh Idealisme memiliki perbedaan dalam menyatakan persepsinya tentang asal pemikiran atau “ide” tersebut sehingga Idealisme memiliki beberapa aliran.

B.            Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, saya dapat merumuskan beberapa pokok permasalahan agar dapat menyusun makalah yang sistematis. Adapun pokok permasalahan itu adalah sebagai berikut:
1.      Pengertian Idealisme
2.      Aliran Idealisme
3.      Kesimpulan

C.           Tujuan Masalah
Melihat rumusan masalah yang akan dibahas, saya yakin makalah ini dapat menambah wawasan pembaca dalam memahami Idealisme, mengetahui beberapa aliran dan pandangan tokoh Idealisme.


BAB II
PEMBAHASAN


A.           Pengertian Idealisme
Dalam kehidupan sehari-hari, Idealisme sering diartikan sebagai titik tolak seseorang dalam mengukur kebutuhan akan sesuatu yang cenderung sempurna atau ideal. Padahal, Idealisme lebih menunjukkan dirinya sebagai paham yang berpusat pada hakekat ide, bukan ideal. Kecenderungan untuk menganggap kata ideal sebagai inti dari Idealisme disebabkan oleh salahnya persepsi seseorang terhadap dasar paham Idealisme tersebut. Sebenarnya, Idealisme berasal dari kata ide. Jika bukan karena kejanggalan dalam  pelafalan, Idealisme akan lebih baik jika disebut dengan Ideisme. (Kattsoff, 2004: 123-124)
Meski mengakui eksistensi materi, Idealisme menolak untuk mengatakan bahwa realitas berasal dari materi. Idealisme berpandangan bahwa asal dari realitas adalah sesuatu yang kekal, yang kebenarannya tidak dapat ditolak oleh apapun. Hal ini kemudian disebut sebagai ide. Ide akan selalu mempertahankan eksistensinya sebagai dan bagaimana dia, meski dilihat dari berbagai aspek. Misalnya saat ada dua orang melihat satu pohon pada sudut pandang yang berbeda. Dilihat dari arah selatan, Hinata melihat pohon itu berbentuk sebuah kerucut. Sedang dilihat dari arah barat, Naruto melihat pohon itu berbentuk huruf D. Perbedaan bentuk yang dilihat oleh Hinata dan Naruto tidak dapat disalahkan dan tidak dapat dibenarkan, sebab apa yang ditangkap oleh indra hanyalah hasil cetakan ide realitas tersebut. Berbeda dengan ide, kebenaran ide tidak dapat dipengaruhi oleh apapun, sebab ide tidak membahas masalah bentuk yang nampak, tapi membahas tentang bagaimana seharusnya realitas itu dibentuk. (Hadiwijono, 1980: 40)
Idealisme beranggapan bahwa antara satu realitas dengan realitas yang lain memiliki keterkaitan, sehingga “sesuatu akan benar jika sesuai dengan hal lain yang telah diterima sebagai yang benar.” Idealisme dapat menelan semua pernyataan ahli sains dan fisika tentang materi, atau penjelasan ahli biologi tentang kehidupan dan prosesnya, asal mereka tidak menghilangkan substansi lain dan menjadikan pernyataan mereka sebagai standar kebenaran. (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/FILSAFAT - 3 IDEALISME-REALISME.pdf: 3)

B.            Aliran Idealisme
1.             Idealisme Subyektif
Menurut Barkeley, realitas yang dapat ditangkap oleh indra bukanlah suatu hal yang nyata, karena indra hanya menggambarkan bagaimana keadaan realitas itu. Kura-kura itu memang ada, dan indra menggambarkannya sebagai amfibi yang bertempurung. Indra menggambarkan kura-kura itu seperti apa yang dia tangkap, tapi keberadaan materi yang sebenarnya hanya ada di dalam akal. Kura-kura yang digambarkan oleh indra itu hanya perwujudan dari akal yang berkeinginan. Akal menginginkan suatu hal di alamnya, kemudian diwujudkan sebagai materi duniawi. Jika tiap realitas memiliki akal yang menginginkannya, harus ada suatu akal yang selalu aktif sehingga dapat mengatur segala realitas yang ada. Barkeley menyebutnya sebagai Tuhan. (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Filsej - Filsafat Idealisme.pdf: 7)
Akal yang selalu aktif, yakni akal Tuhan, merupakan akal yang tertinggi karena merupakan pengatur segala realitas material yang ada. Tidak hanya realitas material, Barkeley beranggapan bahwa Tuhan juga turut serta dalam mengatur waktu, ruang, ide, dan sebagainya. Tuhan adalah akal yang menginginkan realitas, sedangkan realitas yang ditangkap oleh indra adalah perwujudan keinginan Tuhan. Realitas berada dalam kuasa Tuhan, sehingga dapat dikatakan bahwa keinginan Tuhan adalah hukum alam.
Realitas material hanya dapat melakukan apa yang diinginkan Tuhan terjadi padanya, sehingga dia memiliki batasan-batasan tertentu dalam kehidupannya. Dia hanya dapat melakukan hal yang memungkinkan dirinya untuk melakukannya karena dia hanya perwujudan dari keinginan Tuhan. Sementara Tuhan sebagai hukum alam, Dia memiliki kuasa penuh atas segala apa yang telah Dia ciptakan sebagai materi duniawi, Dia berada di atas segala materi duniawi.

2.             Idealisme Obyektif
Tidak seperti Idealisme Barkeley yang mengatakan bahwa realitas material  berasal dari akal yang menginginkannya, Idealisme Obyektif mengatakan bahwa segala sesuatu berasal dari alam ide.


a)             Plato
Menurut Plato, ide di alam ide adalah kekal. Ide bersifat abstrak, tidak terjangkau indra, sehingga untuk mengetahuinya harus menggunakan akal. Jika indra melihat perbedaan antara kuda yang satu dengan kuda yang lain dalam beberapa hal, maka ide mengatakan bahwa semua kuda adalah sama. Kenapa? Kuda-kuda itu memiliki perbedaan dalam segi fisik, tapi hakekat bentuknya adalah satu di alam ide. Kuda ide di alam ide adalah berkaki 4, berdaun telinga, berekor, dan sebagainya. Kuda ide di alam ide sebagai cetakan kuda di alam benda. (Gaarder, 2011: 147)
Sementara apa yang ditangkap oleh panca indra adalah bayangan dari ide yang kekal, sebab dia hanya bersifat sementara dan selalu berubah. Perubahan ini dipengaruhi oleh indra. Apalagi, kualitas indra tiap individu tidaklah sama. Selain perbedaan sudut pandang saat melihat pohon seperti yang dialami Hinata dan Naruto, kualitas penglihatan merekapun tidak sama. Hinata dapat melihat normal hanya jika dia memakai kacamatanya, tapi Naruto dapat melihat normal tanpa bantuan kacamata. Jadi apa yang ditangkap oleh indra tidak dapat disebut sebagai pengetahuan melainkan hanya bersifat opini. Pengetahuan hanya dapat dipahami dengan akal. Hinata dan Naruto memiliki perbedaan dalam kualitas  penglihatan, tapi mereka akan menjawab dengan jawaban sama jika ditanya berapa hasil pekalian dari 2 dan 4, sebab konsep mereka dalam perkalian adalah sama. (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Filsej - Filsafat Idealisme.pdf: 10)
Dalam dialektikanya, Plato mengumpulkan pernyataan lawan bicara yang bersifat umum maupun khusus, menyusunnya secara sistematis untuk menguatkan pernyataannya sendiri, kemudian membuat kesimpulan yang meliputi pernyataan tersebut.  Dia bertitik-tolak pada keyakinannya bahwa segala yang ditangkap oleh indra tidaklah kekal, sehingga metode filsafatnya disebut Deduktif Spekulatif Transendental..
b)            George Wilhelm Friedrich Hegel
Sekitar abad ke-18, muncul paham Idealisme Obyektif baru yang dikemukakan oleh Hegel. Hegel mengatakan bahwa segala sesuatu di alam benda berada dalam segala sesuatu yang meliputinya (satu-kesatuan), dan tidak terbatas oleh ruang dan waktu (absolute mind). Cakupan filsafat Hegel sangat luas, namun yang biasa dikenal sebagai filsafatnya adalah metode untuk memahami kemajuan sejarah. (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Filsej - Filsafat Idealisme.pdf: 12)
Menurut Hegel, kesadaran manusia akan selalu berubah mengikuti ruang dan waktu; maka tidak ada akal yang kekal, tidak ada kebenaran abadi, dan satu-satunya hal yang dapat dijadikan sebagai pengetahuan adalah sejarah-sejarah pada masa sebelumnya. Pada masanya, benda terkecil dalam Q.S. Al-Zalzalah ditafsirkan sebagai biji jagung. Namun sekarang, benda terkecil bukan lagi biji jagung tetapi atom; bahkan atom sudah dapat dipec ah menjadi proton, neutron, dan elektron. Kita tidak dapat menyalahkan pernyataan pertama sebab dia pernah menjadi benar pada masanya; begitu juga dengan pernyataan kedua, suatu saat akan ada kebenaran lain yang menggugurkannya sebagai kebenaran. Dengan demikian, manusia dapat mencapai kebenaran yang lebih tepat dengan mempelajari sejarah-sejarah pada masa sebelumnya.
Sebelum menemukan sebuah kesimpulan, manusia akan mengalami proses dialektis, yaitu dua pernyataan bertentangan yang disatukan oleh pernyataan ketiga. Tiap pernyataan yang diajukan (tesis), akan selalu ada pernyataan lain yang menentangnya (antitesis), dan pernyataan ketiga yang menyatukan kedua pernyataan itu (sintetis). Kemudian, sintesis akan menjadi tesis yang baru. Dalam menentukan sintesis, manusia akan berpatokan pada sejarah-sejarah. Yang paling lama bertahan adalah yang paling benar, yang paling benar itulah yang akan bertahan. (Gaarder, 2011: 566)
Pemikiran Hegel mengenai kebenaran mutlak dapat dilalui dengan pendekatan filsafat, agama, dan seni. Agama adalah pengetahuan mutlak dalam bentuk simbolis, sedangkan filsafat adalah pengetahuan dalam kenyataan (menyadari keberadaan dirinya sendiri). (http://repository.upi.edu/operator/upload/s_sej_053968_chapter4.pdf: 28)

3.             Idealisme Personalis
Idealisme Personalis muncul sebagai penyangkal paham Idealisme monistik. Bagi Personalis, realitas material adalah personalitas yang berpikir, bukannya proses berpikir yang bersifat abstrak. (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Filsej - Filsafat Idealisme.pdf: 14) Personalis menekankan realitas dan harga diri, nilai moral, dan kemerdekaan manusia.
Melalui metode deduktif, Johann Gottlieb Fichte menjelaskan hubungan Aku (Ego) dengan adanya benda-benda (non-Ego). Karena Ego mengakui keberadaannya sendiri, maka lahirlah non-Ego. Dialektis Fichte menjelaskan bahwa realitas adalah hasil dari subyek yang berpikir. Subyek menangkap obyek melalui indranya, kemudian dia menggambarkan obyek itu seperti apa yang dia pikirkan. Dengan demikian, Ego dan non-Ego bukanlah sesuatu yang mutlak, sebab keduanya hanyalah ciptaan Ego.
Personalisme bersifat theistik. Dia memberi dasar metafisik kepada agama dan etika (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Filsej - Filsafat Idealisme.pdf: 18). Pandangan Fichte mengenai etika adalah manusia sebagai makhluk  yang bebas memiliki kewajiban untuk menghargai dirinya sendiri tanpa mengganggu kebebasan orang lain. Berbuatlah menurut kata hatimu. Pada tingkat yang lebih tinggi, keimanan dan harapan manusia muncul dalam kasih Tuhan. (Shadali, 2004: 112)


KESIMPULAN


Idealisme berasal dari kata ide. Jika bukan karena kejanggalan dalam  pelafalan, Idealisme akan lebih baik jika disebut dengan Ideisme. Meski mengakui eksistensi materi, Idealisme menolak untuk mengatakan bahwa realitas berasal dari materi. Idealisme berpandangan bahwa asal dari realitas adalah sesuatu yang kekal, yang kebenarannya tidak dapat ditolak oleh apapun. Hal ini kemudian disebut sebagai ide.
Idealisme memiliki 2 aliran, yaitu Subyektif dan Objektif. Idealisme Subyektif mengatakan bahwa segala sesuatu berasal dari akal, dan ada tertinggi yang mengatur segala sesuatu adalah Tuhan. Sementara Idealisme Objektif mengatakan bahwa ada 2 alam, yaitu alam benda dan alam akal. Perbedaan cara memandang kehidupan oleh kedua aliran Idealisme ini menyimpulkan 1 hal yang sama, yakni segala sesuatu berasal dari alam ide.
Pengakuan terhadap ide mengahdirkan konsep lain, yakni adanya suatu akal tertinggi (Tuhan) yang mengatur segala sesuatu di alam benda. Tuhanlah yang berkuasa atas segala sesuatu, bukan hanya yang bersifat kebendaan, tetapi juga ruang dan waktu.

* فَيَكُوْنُ كُنْ لَهُ يَقُوْلَ اِذَااَرَادَشَيْأًاَنْ اِنَّمَااَمْرُهُ
Sesungguhnya perintahNya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah ia. (Q.S. Yasin: 82)


Manfaat Idealisme sebagai Mahasiswi Fakultas Ushuluddin/Jurusan AF


Idealisme beranggapan bahwa segala sesuatu yang ditangkap oleh panca indra tidak dapat dipercaya karena dia hanyalah bayang-bayang dari ide yang kekal. Apa yang ditangkap oleh panca indra mungkin berbeda dengan idenya sendiri. Hal ini dapat memicu munculnya perbedaan antar individu dalam memahami sesuatu. Keragaman paham ini tidak berarti salah satunya adalah benar dan yang lain salah, tetapi kualitas indra antar individu memang tidak sama.
Dalam Filsafat, banyak paham Filsafat yang dikemukakan oleh para tokoh dari jamannya masing-masing. Tiap filosof baru mencoba memperbaiki paham filosof sebelumnya. Hal ini membuktikan bahwa apa yang ada di dunia tidak ada yang kekal, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada ilmu pengetahuan sejati. Satu-satunya yang kekal adalah Tuhan.
Setelah mempelajari Idealisme, saya yakin bahwa semua pernyataan yang dikemukakan oleh seseorang hanya berupa opini karena tidak ada pengetahuan sejati di dunia. Segala sesuatu senantiasa berubah selaras dengan perkembangan jaman. Opini yang dikemukakan oleh seseorang pasti dilandaskan kualitas pikirannya. Dan satu-satunya hal yang kekal yaitu sesuatu yang berdiri sendiri, yaitu Tuhan.


DAFTAR PUSTAKA


Gaarder, Jostein. 2011. Dunia Sophie Sebuah Novel Filsafat. Jogjakarta: Mizan.
Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Jogjakarta: Kanisius.
Kattsoff, Louis O. 2004. Pengantar Filsafat. Jogjakarta: Tiara Wacana Yogya.
Shadali, Ahmad. 2004.  Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia.
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_sej_053968_chapter4.pdf
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Filsej - Filsafat Idealisme.pdf
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/FILSAFAT - 3 IDEALISME-REALISME.pdf

0 Komentar at “Idealisme”

Posting Komentar