BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai umat Islam, kita tahu bahwa hukum Islam berlandaskan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Al-Qur’an adalah hukum yang berasal dari Allah, dan Al-Hadits adalah hukum yang berasal dari Nabi Muhammad sebagai penjelas hukum-hukum dalam Al-Qur’an.
Seiring dengan perkembangan jaman, saat ini sangat sulit untuk membedakan antara hadis shahih dan hadis dha’if. Banyak hal yang membuat hadis-hadis berpotensi untuk menjadi hadis dha’if. Dengan berlandaskan bahwa tiap hadis yang bukan hadis dha’if adalah baik, maka saya memutuskan untuk mengklasifikasi hadis dha’if pada makalah saya ini.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, saya dapat merumuskan beberapa pokok permasalahan agar dapat menyusun makalah yang sistematis. Adapun pokok permasalahan itu adalah sebagai berikut:
1. Pengertian Hadis Dha’if
2. Pembagian Hadis Dha’if
3. Kitab yang Memuat Hadis Dha’if
4. Glosarium
C. Tujuan Masalah
Dengan membahas permasalahan yang disebutkan dalam Rumusan Masalah, saya yakin makalah ini dapat membantu kita semua untuk memilih hadis-hadis yang baik sebagai sumber hukum dalam beramal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadis Dha’if
Menurut bahasa, hadis dha’if adalah hadis yang lemah atau tidak kuat. Sedangkan menurut istilah, hadis dha’if adalah hadis yang tidak shahih atau yang tidak hasan. (Mudasir, 1999: 156)
Para ulama turut memberi pengertian tentang hadis dha’if, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
1. An-Nawawi
Hadis dha’if adalah hadis yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis shahih dan syarat-syarat hadis hasan. (Mudasir, 1999: 156)
2. Nur Ad-Din ‘Atr
Hadis dha’if adalah hadis yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadis maqbul (hadis yang shahih atau hadis yang hasan). (Mudasir, 1999: 156)
3. Muhaddits
Hadis dha’if adalah hadis yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat bagi hadis yang diterima dan menurut kebanyakan ulama; hadis dha’if adalah yang tidak terkumpul padanya sifat hadis shahih dan hasan. (Solahudin, 2011: 148)
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa keshahihan sebuah hadis sangat bergantung pada persyaratan hadis shahih dan hasan. Apabila ada sebuah hadis yang tidak memenuhi satu persyaratan tersebut, maka hadis itu dinyatakan sebagai hadis dha’if. (Mudasir, 1999: 157)
Tetapi, hadis dha’if masih dapat diamalkan selama kedha’ifannya tidak terlalu parah dan dengan beberapa syarat tertertu, yaitu:
1. Hadis yang dha’if itu masih di bawah satu hadis yang dapat diamalkan (shahih hasan),
2. Harus disertai itikad untuk berhati-hati. (Hasan, 1999: 19)
B. Pembagian Hadis Dha’if
1. Berdasarkan Cacat Matan dan Rawi
a) Hadis Maudhu’
Hadis maudhu’ adalah hadis yang dicipta serta dibuat oleh seseorang (pendusta), yang ciptaan itu dinisbatkan kepada Rasulullah. Secara palsu dan dusta, baik disengaja maupun tidak. (Solahudin, 2011: 149)
Ciri-ciri hadis maudhu’ dapat dilihat dari 2 cara, yaitu:
· Berdasarkan sanad, yaitu apabila terdapat pengakuan, qarinah yang memperkuat pengakuan, dan qarinah yang berkaitan dengan tingkah laku si pembuat hadis.
· Berdasarkan matan, yaitu apabila bertentangan dengan Al-Qur’an, hadis mutawatir, ijma’, dan logika yang sehat; serta apabila terdapat susunan kalimat yang tidak fasih.
b) Hadis Mahfuzh
Hadis mahfuzh adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang yang tsiqah, berlawanan dengan hadis yang diriwayatkan oleh orang yang kualitas tsiqahnya lebih rendah. (Hasan, 1999: 81)
c) Hadis Ma’ruf
Hadis ma’ruf adalah hadis dha’if yang berlawanan dengan hadis yang lebih dha’if. Bandingan hadis ma’ruf adalah hadis munkar. (Hasan, 1999: 81)
d) Hadis Mudhtharib
Hadis mudhtharib adalah hadis yang mengalami pertentangan dalam sanad, matan, atau keduanya karena ada penambahan atau pengurangan yang tidak mungkin dapat dikompromikan. (Hasan, 1999: 64)
Apabila perbedaan dalam hadis tersebut dapat dikompromikan, maka hadis tersebut dapat diamalkan. (Hasan, 1999: 64)
e) Hadis Muharraf
Hadis muharraf adalah hadis yang mengalami perubahan harakat dan sakanat pada hurufnya. (Hasan, 1999: 80)
f) Hadis Munkar
Hadis munkar adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang yang lemah (perawi yang dha’if), yang bertentangan dengan periwayatan orang kepercayaan. (Mudasir, 1999: 163)
Al-Qasimi menyebut hadis ini dengan ‘Hadis Al-Fard’, yaitu hadis yang hanya meriwayatkan satu matan yang tingkat kedhabithannya sangat rendah.
g) Hadis Mushahhaf
Hadis mushahhaf adalah hadis yang matannya mengalami perubahan titik-titik pada hurufnya. (Hasan, 1999: 65)
h) Hadis Mu’allal
Hadis mu’allal adalah hadis yang setelah diadakan penelitian dan penyelidikan, tampak adanya salah sangka dari perawinya, dengan mewashalkan (menganggap, bersambung suatu sanad) hadis yang munqathi’ atau memasukkan sebuah hadis ke dalam hadis yang lain, atau yang semisal dengan itu. (Izzan, 2011: 156)
i) Hadis Maqlub
Hadis maqlub adalah hadis yang mengganti nama rawi dengan rawi yang lain, atau sanad matan hadis tertentu dengan sanad matan hadis yang lain. (Hasan, 1999: 70)
j) Hadis Syadz
Hadis syadz adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang yang maqbul, akan tetapi bertentangan (matannya) dengan periwayatan dari orang yang kualitasnya lebih utama. (Mudasir, 1999: 165) Maka, sebuah hadis dapat dikatakan syadz jika dia hanya diriwayatkan oleh satu sanad, padahal ada hadis lain yang diriwayatkan oleh lebih dari satu sanad.
2. Berdasarkan Gugurnya Rawi
a) Hadis Matruk
Hadis matruk adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang tertuduh sebagai pendusta dalam hadis; atau menampakkan kefasikan dengan perbuatan atau perkataan, atau banyak lupa, atau banyak menghayal. (Shalih, 2000: 183)
Rawi yang tertuduh dusta adalah yang terkenal sebagai pendusta, tetapi belum dapat dibuktikan. Apabila rawi yang tertuduh dusta bertobat dengan sungguh-sungguh, maka periwayatan hadisnya sudah dapat diterima. (Solahudin, 2011: 150)
b) Hadis Mu’allaq
Hadis mu’allaq adalah hadis yang gugur perawinya seorang atau lebih secara berturut-turut dari awal sanad. (Izzan dan Nur, 2001: 159)
c) Hadis Munqathi’
Hadis munqathi’ adalah hadis yang gugur seorang perawi sebelum sahabat, di satu tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak berturut-turut. (Izzan dan Nur, 2001: 160)
Dilihat dari pengertiannya, dapat disimpulkan bahwa hadis munqathi’ tidak dapat dijadikan sebagai hujjah karena hilangnya satu atau beberapa perawi yang tidak berurutan. (PL, 2008: 107)
d) Hadis Mu’dhal
Hadis mu’dhal adalah hadis yang gugur dua orang perawinya atau lebih, secara berturut-turut, baik gugurnya itu antara sahabat dengan tabi’in atau dua orang sebelumnya. (PL, 2008: 108)
Perbedaan antara hadis mu’dhal dan hadis munqathi’ adalah berurut atau tidaknya dua perawi yang gugur. (PL, 2008: 108)
e) Hadis Mudallas
Hadis mudallas adalah hadis yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan bahwa hadis itu tidak bernoda. (Izzan dan Nur, 2001: 159)
f) Hadis Mudraj
Hadis mudraj dibagi menjadi dua bagian, yaitu Mudrajul Matni dan Mudrajul Sanad.
· Mudrajul Matni
Mudrajul Matni adalah suatu kalimat yang hanya menyebutkan rawi awal, atau pertengahan, atau akhir suatu hadis, sehingga orang yang tidak mengetahui keadaan sebenarnya, menganggap bagian tersebut dari hadis.
Mudrajul Matni dapat diketahui karena adanya keterangan dari rawi lain yang tidak memuat apa yang disebutkan dalam hadis tersebut, atau pengkajian ahli hadis, atau adanya kemustahilan bahwa apa yang disebutkan dalam hadis tersebut berasal dari Rasulullah.
· Mudrajul Sanad
Mudrajul Sanad dibagi menjadi empat macam, yaitu:
- Ada suatu kelompok ahli hadis yang meriwayatkan suatu hadis dengan banyak sanad yang berlainan, lalu ada seorang rawi lain yang meriwayatkan hadis yang sama dengan menggunakan salah satu sanad dari mereka, tanpa memberikan penjelasan tentang perbedaan sanadnya.
- Ada seorang rawi yang meriwayatkan suatu hadis secara sempurna menggunakan suatu sanad, sebagian diriwayatkan menggunakan sanad lain. Kemudian rawi lain meriwayatkan hadis tersebut secara lengkap, tetapi menggunakan sanad yang pertama.
- Ada seorang rawi yang meriwayatkan dua hadis yang berbeda matan dan sanadnya. Kemudian ada rawi lain yang meriwayatkan dua hadis tersebut dengan menggunakan salah satu sanad; atau meriwayatkan salah satu hadis dengan sanadnya yang asli, tetapi dia menambahkan matan lain yang tidak menggunakan sanad itu.
- Ada seorang rawi yang sedang menggunakan sanad, kemudian ada seseorang mendatanginya, dan rawi itu mengatakan kalimat yang berasal dari dirinya sendiri tapi orang tadi menganggap kalimat rawi itu sebagai suatu hadis. (Hasan, 1999: 73)
g) Mursal
Hadis mursal adalah hadis yang tidak menyebut sahabat yang menerima hadis langsung dari Nabi dalam sanadnya.
Sebagian besar ulama menolak hadis mursal sebagai hujjah, tetapi sebagian kecil ulama (Abu Hanifah, Malik bin Anas, dan Ahmad bin Hanbal) menerima hadis mursal sebagai hujjah dengan syarat rawinya adil. (Ahmad dan Mudzakir, 1998: 148)
C. Kitab yang Memuat Hadis Dha’if
Beberapa kitab yang memuat hadis dh’if adalah sebagai berikut:
1. Al-Maudu’at, karya Al-Imam Al-Hafiz Abul Faraj Abdur Rahman bin Al-Jauzi (579 H)
2. Al-Laali Al- Masnuah fi Al-Hadits Al-Mauduah, karya Al-Hafiz Jalaludin Al-Suyuti (911 H)
3. Tanzih Al-Syariah Al-Marfuah An Al-Ahadits Al-Syaniah Al-Mauduah, karya Alhafizh Abu Al-Hasan Ali bin Muhammad Bun Iraq Al-Kannani (963 H)
4. Al-Manar Al-Munif fi Shahih wa Al-Dafi, karya Al-Hafizh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah (751 H)
5. Al-Masnu fi Al-Hadits Al-Maudu’ karya Ali Al-Qari (1014 H). (Agus, 2000: 208)
6. Ad-Dlu’afa, karya Ibnu Hibban
7. Mizan Al-i’tidal, karya Adz-Dzahabi
8. Al-Marasil, karya Abu Daud
9. Al-‘Ilal, karya Ad-Daruquthni. (http://www.sarjanaku.com/2011/11/hadits-dhaif-pengertian-macam-macam.html)
D. Glosarium
Dhabith : Perawi yang mampu menghafal dan menyampaikan hadis yang diterimanya secara sempurna.
Dha’if : Hadis yang tidak shahih, dan tidak hasan.
Harakat : Tanda baca hidup.
Hasan : Hadis yang tidak shahih karena adanya kecacatan, tapi tidak dha’if.
Hujjah : Landasan.
Ijma’ : Kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits.
Mahfuzh : Hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah, tapi berlawanan dengan hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqahnya lebih rendah.
Maqbul : Perawi yang adil dan sempurna kedhabithannya.
Maqlub : Membalikkan sesuatu dari susunan asalnya.
Matan : Teks atau redaksi hadis.
Matruk : Hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang tertuduh sebagai pendusta dalam hadis.
Maudhu’ : Hadis yang dicipta serta dibuat oleh seseorang (pendusta), yang ciptaan itu dinisbatkan kepada Rasulullah.
Ma’ruf : H adis dha’if yang berlawanan dengan hadis yang lebih dha’if.
Mudallas : Hadis yang menyembunyikan kecacatannya.
Mudhtharib : Hadis yang mengalami pertentangan dalam sanad, matan, atau keduanya karena ada penambahan atau pengurangan.
Mudraj : Rawi menyisipkan pernyataannya sendiri kedalam satu matan hadis yang diriwayatkannya.
Muhaddits : Ulama yang mahir dalam bidang hadis, baik riwayah maupun dirayah.
Muharraf : Hadis yang mengalami perubahan harakat dan sakanat pada hurufnya.
Munkar : Hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang banyak kekeliruan, banyak lupa atau fasik.
Munqathi’ : Terputus.
Mursal : Hadis yang disandarkan langsung kepada Rasulullah oleh tabi’in, tanpa melalui sahabat.
Mushahhaf : Hadis yang matannya mengalami perubahan titik-titik pada hurufnya.
Mutawatir : Berturut-turut.
Mu’allal : Hadis yang terlihat baik, tetapi ternyata memiliki kecacatan.
Mu’allaq : Hadis yang menghilangkan perawi awal sanadnya, baik satu, dua, atau lebih secara berurutan.
Mu’dhal : Hadis yang gugur dua orang perawinya atau lebih, secara berturut-turut.
Qarinah : Pembuktian dan pembicaraan.
Rawi : Orang yang meriwayatkan hadis.
Rasulullah : Utusan Allah; Nabi Muhammad saw.
Sakanat : Tanda baca mati.
Sanad : Rantai para perawi yang yang berujung pada matan.
Shahih : Hadis yang dijamin kebenarannya.
Syadz : Riwayat perawi maqbul yang berselisih dengan riwayat perawi lain yang lebih baik daripada dirinya.
Tabi’in : Orang yang pernah menjumpai sahabat Rasulullah dalam keadaan beriman dan memeluk Islam, dan meninggal dunia sebagai muslim.
Tsiqah : Perawi yang terpercaya.
Washal : Meneruskan.
KESIMPULAN
Hadis dha’if adalah hadis yang menyalahi syarat hadis shahih atau hasan. Hadis dha’if memiliki banyak bagian dan tingkat kedha’ifannya pun berbeda-beda. Hadis dha’if masih dapat digunakan dengan beberapa syarat, yaitu masih di bawah satu hadis yang dapat diamalkan, dan harus dengan itikad untuk berhati-hati.
Kita sebagai umat Islam perlu berhati-hati dalam memilih hadis sebagai landasan hukum, karena pada jaman sekarang ini sangat sulit untuk memilih hadis yang shahih dan hasan. Banyak hadis dha’if yang seolah-olah shahih, tapi ternyata ada banyak kesalahan pada matan, sanad, atau perawinya.
Dengan mempelajari Hadis Dha’if, saya harap kita dapat menghindari kesalahan saat memilih hadis shahih sebagai landasan hukum dalam beramal, aamiin..
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, M. 2000. Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia.
Ahmad, Muhammad; Mudzakir, M. 1998. Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia.
Hasan, Hafizh. 1999. Ilmu Mustholah Hadis. Surabaya: Al-Hidayah.
Izzan, Ahmad; Nur, Saifudin. 2001. Ulumul Hadits. Bandung: Humaniora.
PL, Noor Sulaiman. 2008. Antologi Ilmu Hadis. Jakarta: Gaung Perdana Press.
Solahudin, Agus. 2011. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.
Shalih, Subhi. 2000. Membahas Ilmu-Ilmu Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Mudasir. 1999. Ilmu Hadis. Bandung: Pustaka Setia.
http://www.sarjanaku.com/2011/11/hadits-dhaif-pengertian-macam-macam.html
0 Komentar at “Hadis Dha'if”
Posting Komentar