Badan dan Ruh

Setiap hal yang menguntungkan akan selalu menjadi kebutuhan semua makhluk. Entah yang terbanyak, tercepat, terdekat, terenak, termudah, dan masih banyak lagi. Semua itu diperebutkan untuk memenuhi hasrat individu. Namun saat manusia hidup bersosial, saat tiap individu memiliki hasrat yang sama, dan saat pemenuh kebutuhan menjadi terbatas; apakah dia akan tetap mempertahankan nilai dan moral dalam memenuhi kebutuhannya?

Nyatanya, banyak orang yang mengabaikan nilai dan moral saat didesak oleh keterbatasan pemenuh kebutuhannya. Sebagai contoh,tradisi antre tiket kereta kelas ekonomi. Harga tiket kereta kelas ekonomi jauh lebih murah jika dibanding dengan harga tiket kereta kelas lain, sehingga peminatnya pun jauh lebih banyak dibanding peminat tiket kereta kelas lain, yang tragisnya membuat persediaan tiket dan tempat duduk menjadi terbatas. Keterbatasan ini menjadi ancaman bagi para peminat tiket sehingga dia tidak lagi memperhatikan antrean, “Siapa cepat, dia dapat.”, begitulah hukum rimbanya. Contoh lain, pendaftar haji yang over load menyebabkan para pendaftar harus menunggu selama beberapa tahun untuk kemudian dapat menunaikan mimpi mereka. Tapi bagi orang yang khawatir tidak akan pernah menemui kesempatan itu, dia memilih untuk menyuap beberapa orang agar dapat segera berhaji. Demi menunaikan rukun Islamnya.

Jika kalian bertanya pada saya, “Vi, apakah perbuatan mereka benar?”, saya akan menjawab, “Iya.” Perbuatan mereka mereka benar, tapi tidak dengan caranya. Pada pemisalan pertama, pengantre ingin segera menemui keluarganya yang sedang sakit sehingga dia merebut urutan pengantre yang lain. Dan pada pemisalan kedua, pendaftar haji ingin menunaikan kewajibannya sebagai umat Islam namun melanggar prosedur. Lalu bagaimana agar dapat memenuhi kebutuhan tanpa melanggar nilai dan norma?

Seseorang pernah berkata, “Manusia memiliki 2 kebutuhan dalam hidup; yaitu kebutuhan badan dan kebutuhan ruh. Untuk badan, dia membutuhkan segala hal yang berkaitan dengan keduniaan. Untuk ruh, dia membutuhkan segala hal yang berkaitan dengan kehidupan berikutnya. Harus ada keseimbangan antara kebutuhan badan dan ruh.” Seharusnya, niat baik dilakukan tanpa melanggar nilai dan norma yang ada. Namun jika niat baik dilakukan diikuti pelanggaran nilai dan norma, maka niat baiknya menjadi tidak sepenuhnya baik, bukan?

Ilmu tauhid mengajarkan untuk mengembalikan segala sesuatu pada Allah. Jika kebutuhannya tidak terpenuhi, dia harus bersabar dan berperasangka baik pada Allah. Dan menggerutu atau semacamnya tidak akan pernah merubah keadaan menjadi lebih baik.

0 Komentar at “Badan dan Ruh”

Posting Komentar