Ujung Sebuah Perjalanan

Langit menyibak jubah hitam berbintangnya, membiarkan matahari menggeliat membangunkan daun-daun putri malu. Ekor nakal sang mentari menggelitiki bulu halus anak merpati, memaksanya membuka kelopak matanya yang masih lemah, mencicit-cicit membangunkan si merpati betina. Kemudian si jantan terbang meninggalkan sarang melintasi jendela kamarku. Ayam jago pun mulai berkokok..

Pagi ini, aku melangkahkan kakiku di jalan beraspal yang kiri dan kanannya merupakan hutan jati yang meranggas. Dan jika engkau memandang langit di bawahnya, kau akan merasa kerdil dan sepi. Jika engkau mendekati sesemakan berdurinya, kau akan merasakan rasa takut dan cemas. Namun jika engkau memaksa membawa kakimu lebih jauh, kau akan menemukan sebuah rumah. Dan jika engkau memasukinya, kau akan menemui para petani yang tumbuh dengan perasaan kerdil dan sepi, serta takut dan cemas. Mereka memandangmu sebagai momok menakutkan di mimpi-mimpi indah mereka.

Ketika aku meninggalkan mereka, aku menemukan diriku pada hamparan ladang jagung yang luas. Seberapa jauh pun kau melempar pandanganmu, kau hanya dapat melihat ladang jagung dan pohon cemara. Jika engkau melanjutkan perjalananmu, kau dapat menemukan hamparan hijau tua yang memiliki bunga-bunga putih kecilnya. Kau ‘kan merasakan dirimu begitu bebas di bawah langit yang menaungimu. Para petaninya akan menyuguhimu dengan sirup manis yang menyegarkan.

Saat aku berjalan lurus ke depan, aku telah berada di padang pasir. Angin gurun yang menerbangkan pasir-pasirnya dapat membuat bibirmu kering meski kau sering membasahinya dengan ludahmu. Ketiadaan pohon-pohon rindang meluruhkan asamu untuk bernaung dan memijati kakimu. Namun jika hatimu cukup kuat untuk tetap melangkah, kau akan menemukan sebuah rumah. Dan jika engkau memasukinya, kau akan menemui para petani yang sangat takut menemui masa depan. Mereka tidak akan mengikutimu meninggalkan masa lalu, namun mereka akan melayanimu di masanya.

Aku meninggalkan para petani pesimis dan melanjutkan perjalananku. Namun jalanku terputus, aku tidak dapat melangkahkan kakiku di atas jurang. Aku memilih untuk berbelok dan memilih jalan lain. Namun akhir jalan itu merupakan tebing curam yang licin. Aku tidak dapat mendaki, lalu memilih jalan lain lagi. Dan ketika langit menggulung jubah jingganya, aku menemukan jalanku diporak-porandakan oleh para bandit perbatasan. Aku tidak dapat berbelok dan mencari dua jalan sebelumnya. Aku menghunus samuraiku dan berlari mengibaskannya melewati para bandit itu hingga ujung jalan ini. Darahku bercucuran. Aku tertembak. Namun aku sudah sampai.


o5 o9 2o13

0 Komentar at “Ujung Sebuah Perjalanan”

Posting Komentar