Anarkisme Paul Feyerabend

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Selama ini, anarkisme sering diartikan sebagai usaha perlawanan, pemberontakan, atau penolakan terhadap suatu sistem yang bersifat negatif. Pelaku dapat melakukan berbagai hal merusak untuk mewujudkan ideologi yang dia impi-impikan. Namun pengertian anarkisme dalam istilah anarchy epistemological yang dipopulerkan oleh Feyerabend bukanlah pengertian anarkisme yang seperti itu.

B.    Perumusan Masalah
Merujuk pada latar belakang tersebut, saya dapat merumuskan beberapa masalah yang akan saya bahas dalam makalah ini sebagai berikut:
1.    Apakah pengertian anarkisme menurut Feyerabend?
2.    Apakah yang menginjeksi Feyerabend untuk menggunakan istilah anarchy epistemological?

C.    Tujuan Masalah
Melihat masalah yang akan dibahas, saya berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan pembaca tentang anarkisme Feyerabend. Saya pun berharap agar pembaca dapat memahami latar belakang Feyerabend dalam menggunakan istilah anarchy epistemological.












BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Anarkisme Feyerabend
Secara etimologi, anarkisme berasal dari kata Yunani (an archos: tanpa pemerintahan. Dia merupakan sebuah aliran dalam filsafat sosial yang menghendaki penghapusan negara atau pemerintahan serta kontrol politik dalam masyarakat. Aliran ini didasarkan pada ajaran bahwa masyarakat yang ideal itu dapat mengatur urusannya sendiri tanpa menggunakan kekuasaan yang berlawanan dengan paham sosialisme dan komunisme.
Kamus Ilmiah Populer dengan gamblang mendefinisikan anarkisme sebagai sebuah paham kebebasan bertindak tanpa mau diikat oleh undang-undang; hal kesewenang-wenangan bertindak (melenyapkan undang-undang).
Sementara Dictionary of Philosophy secara terperinci memberikan pengertian anarkisme sebagai berikut: “Anarchism: This doctrin advocatesthe abolition of political control within society: The State, it contends, is man’s greatest enemy—eliminate it and the evils of human life will disappear. Positively, anarchism envisages a homely life devoted to unsophisticated activity and filled with simple pleasure. Thus it belong in the “primitive tradition” of Western culture and springs from the philosophical concept in the inherent and radical goodness of human nature. Modern anarchism probably owes not a little, in an  popular sense in the word “anarchy” is often used to denote a state of social chaos, but it is obvious that the word can be used in this sense only by one who denies the validity of anarchism.” Anarkisme adalah ajaran yang menganjurkan pengahapusan penguasaan politik dalam masyarakat. Sebab negara, menurut mereka, adalah musuh terbesar manusia yang jika disingkirkan akan dapat menghilangkan kejahatan-kejahatan yang ada dalam kehidupan manusia. Jelasnya, anarkisme memimpikan kehidupan yang bersahaja dengan menekuni kegiatan yang sederhana dan mengisinya dengan kesenangan yang wajar. Jadi dia termasuk kebiasaan kuno dari budaya Barat yang bersumber dari konsep filosofis yang  telah melekat dan mengakar secara baik dalam sifat dasar manusia. Anarkisme modern kelihatannya juga tidak jarang, walaupun dengan cara yang berlainan, berusaha untuk mempengaruhi pandangan-pandangan kuno yang terdapat dalam pemikiran Jean Jacques Rousseau. Dalam pemikiran populer, kata “anarki” seringkali digunakan untuk menunjukkan adanya kekacauan sosial dalam suatu negara, bahkan kata ini juga dipakai oleh seseorang yang menyangkal terhadap keabsahan anarkisme itu sendiri.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, Feyerabend mengartikan anarkisme sebagai anarchy epistemological (kesewenang-wenangan epistemologi), yang dipertentangkan dengan anarkisme politis atau religius. Dia mengatakan, apabila anarkisme politis anti terhadap kemapanan (kekuasaan, negara, institusi-institusi dan ideologi-ideologi yang menopangnya), maka anarkisme epistemologi justru tidak selalu memiliki loyalitas ataupun perlawanan yang jelas terhadap semua sistem dan struktur elit tersebut.

B.    Anti Metode (Againts Metode)
1.    Apa Saja Boleh (Anything Goes)
Ide bahwa ilmu dapat dan harus berjalan dengan hukum-hukum universal yang mapan, adalah tidak realistis dan juga merusak. Dia tidak realistis karena dia terlalu menyederhanakan bakat manusia dan keadaan lingkungan yang mendorong atau menyebabkan perkembangan. Dan dia merusak karena usaha untuk memberlakukan hukum-hukum itu cenderung meningkatkan kualifikasi profesional kita dengan mengorbankan kemanusiawian. Selain itu, ide itu pun merugikan ilmu, karena dia mengorbankan kondisi fisik dan historis yang kompleks yang mempengaruhi perubahan ilmiah. Dia membuat ilmu makin kurang dapat dikelola dan makin dogmatik. Studi-studi kasus seperti yang telah dilaporkan dalam bab-bab terdahulu...menentang validitas universal hukum apa pun. Semua metodologi mempunyai keterbatasannya dan satu-satunya ‘hukum’ yang survive adalah ‘apa saja boleh’. Feyerabend sangat mempertahankan gagasannya bahwa tidak ada metodologi ilmu yang pernah dikemukakan selama ini mencapai sukses. Feyerabend yakin bahwa metodologi-metodologi ilmu telah gagal menyediakan hukum-hukum yang memadai untuk membimbing aktivitas para ilmuwan, melainkan hanya membatasi kreativitas para ilmuwan itu sendiri untuk dapat berkembang. Selain itu, dengan mengikuti metodologi-metodologi ilmu tanpa mempertimbangkan kemungkinan yang lain, manusia akan kehilangan kemanusiaannya.
Metodologi program-program riset menyediakan standar-standar yang membantu ilmuwan menilai situasi historis untuk mengambil keputusan-keputusannya; dia tidak berisi hukum-hukum yang mendikte apa yang harus diperbuat ilmuwan. Feyerabend menganggap Imre Lakatos sebagai rekan anarkisnya karena Lakatos tidak menggunakan hukum-hukum untuk memilih teori atau program.  Oleh karena itu, para ilmuwan harus tidak terikat oleh hukum-hukum metodologi. Inilah pengertian “apa saja boleh”.
2.    Tidak Bisa Diukur dengan Standar yang Sama
Beberapa kasus prinsip fondamental yang terdiri dari dua teori rival mungkin berbeda secara radikal, sehingga tidak memungkinkan untuk merumuskan konsep dasar dari teori yang satu dengan teori yang lain, karena kedua rival tersebut tidak memiliki kesamaan keterangan observasi apapun. Dalam hal ini, Feyerabend membandingkan hubungan antara mekanika klasik dengan teori relativitas. Diinterpretasi secara realistis, mekanika klasik melukiskan bagaimana dunia ini sebenarnya, baik yang dapat diobservasi maupun yang tidak dapat diobservasi; dan mengakui sifat-sifat objek fisik seperti bentuk, massa, dan volume. Sementara menurut teori relativitas, sifat-sifat tersebut tidak exist lagi, karena hanya dianggap sebagai kerangka referensi dan dapat diganti dari yang satu ke yang lainnya. Oleh karena itu, tidaklah mungkin saling membandingkan teori-teori rival tersebut secara logis, karena kedua teori tersebut tidak bisa saling diukur.
Namun kenyataan bahwa sepasang teori rival tidak bisa saling diukur, tidak berarti bahwa mereka tidak bisa diperbandingkan dengan cara apa pun. Salah satu cara untuk memperbandingkan sepasang teori adalah dengan mengkonfrontasi mereka masing-masing pada serangkaian situasi yang dapat diobservasi, mencatat seberapa jauh derajat masing-masing teori tersebut dapat berjalan sesuai dengan situasi-situasi tadi yang diinterpretasikan menurut kondisi masing-masing. Selain itu, cara yang dapat digunakan adalah menganalisa apakah mereka linear atau non-linear, koheren atau inkoheren, berani atau aman, dan sebagainya.


3.    Ilmu Tidak Harus Mengungguli Bidang-bidang Lain
Aspek penting lain dari pandangan Feyerabend tentang ilmu adalah tentang hubungan antara ilmu dengan bentuk-bentuk pengetahuan lain. Dia mengatakan bahwa banyak kaum metodologis sudah menganggap benar, tanpa argumentasi, bahwa ilmu membentuk paradigma rasionalitas. Meski Feyerabend mengakui bahwa kaum rasionalis kritis dan para pembela Lakatos telah melakukan penelitian terhadap ilmu dengan sangat teliti dan terperinci, namun dia tidak membenarkan anggapan mereka yang menilai ilmu sebagai superior atas bentuk-bentuk pengetahuan lainnya tanpa melakukan penyelidikan yang layak mengenai bentuk-bentuk pengetahuan lain. Feyerabend mengatakan, apabila ilmu ingin dibandingkan dengan bentuk-bentuk pengetahuan lain, maka kita harus menyelidiki: watak, tujuan, dan metode dari ilmu itu dan bentuk-bentuk pengetahuan lainnya. Hal ini harus dilakukan dengan meneliti catatan sejarah, buku pelajaran, tulisan orisinal, pembicaraan surat pribadi, dan disertai penelitian mendalam. Pendeknya, jika seseorang ingin memberi sumbangsih kepada ilmu, terutama fisika, maka dia tidak perlu menguasai ilmu-ilmu kontemporer, tetapi dia memang perlu mengenal sesuatu tentang fisika.
4.    Kebebasan Individu
Feyerabend membela apa yang dia sebut sebagai "sikap kemanusiawian", yang memandang bahwa manusia individual harus bebas dan memiliki kebebasan sebagaimana yang diperjuangkan John Stuart Mill dalam membela "pembinaan individualitas yang secara pribadi mampu berproduksi sendiri, atau dapat memproduksi manusia-manusia yang maju". Dari sudut pandang kemanusiawian ini, pemikiran anarkis Feyerabend tentang ilmu mendapatkan dasar pembenarannya, karena di dalam ilmu dia memang diarahkan guna meningkatkan kebebasan individu dengan memacu penyingkiran segala macam kungkungan metodologis. Dalam konteks yang lebih luas, dia senantiasa mendorong semangat kebebasan bagi para individu untuk memilih antara ilmu dan bentuk-bentuk pengetahuan lain. Jadi jelas sekali, bahwa Feyerabend menolak sikap otoriter dalam bentuk apapun juga.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Inti dari seluruh pembicaraan dan perdebatan tentang pemikiran Paul Karl Feyerabend terangkum dalam sebuah pernyataan: anarkisme ilmu pengetahuan atau anarkisme epistemologi merupakan kritik yang diajukan dan ditujukan untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan sebagai ekspresi kebebasan manusia. Atas nama kebebasan individu, Feyerabend mengkritik ilmu dari dua sisi yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
1.    Anti Metode
Pada waktu itu, ilmu pengetahuan mengklaim metode matematis sebagai metode universal yang dapat menangani semua masalah, dan masalah yang tidak dapat dipecahkan secara matematis dianggap tidak dapat dipertanggung-jawabkan.  Feyerabend menentangnya dengan mengatakan bahwa para ilmuwan tidak akan dapat berkembang jika membatasinya dengan satu metode saja. Seharusnya, para ilmuwan dapat melakukan penelitian dengan menggunakan beberapa metode yang dibutuhkan dan dipandang sesuai untuk memecahkan persoalan. Selain itu, pembatasan metode pun dapat menekan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri dan menjadikannya menjadi semakin dogmatik.
2.    Anti Ilmu Pengetahuan
Menurut Feyerabend, kita tidak bisa mengabaikan faktor lain di luar ilmu pengetahuan, karena dapat mengakibatkan ideologi tertutup, yakni tidak menerima kebenaran di luar dari ilmu pengetahuan itu sendiri. Mengutip Popper, “Ideologi tertutup tidak bisa difalsifikasi.” Karena itu, ilmu pengetahuan harus menjadi realisme ilmiah. Ilmu pengetahuan hanyalah salah satu usaha untuk memahami semua realitas, di mana manusia dan alam berada di dalamnya.

B.    Saran
Kemonotonan metode dalam ilmu pengetahuan tidak hanya dapat membatasi kreativitas para ilmuwan dalam mempelajari masalah, namun juga dapat menekan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Terlepas dari kenyataan tersebut, memberikan kebebasan kepada para ilmuwan untuk mempelajari masalah pun dapat menghilangkan nilai kemanusiaan.
GLOSARIUM

Anarki    : Hal tidak adanya pemerintahan, undang-udang, peraturan, atau ketertiban; kekacauan (dalam suatu negara).
Dogmatik    : Ajaran serta keyakinan agama atau kepercayaan yang tidak boleh dipersoalkan (harus diterima sebagai kebenaran).
Epistemologi    : Cabang ilmu filsafat tentang dasar-dasar dan batas-batas pengetahuan.
Exist    : Ada.
Interpretasi    : Pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoretis terhadap sesuatu; tafsiran.
Koheren    : Berhubungan; bersangkut-paut.
Konfrontasi    : Perihal berhadap-hadapan langsung (antara saksi dan terdakwa dan sebagainya); permusuhan; pertentangan; cara menentang musuh atau kesulitan dengan berhadapan langsung dan terang-terangan.
Linear    : Berbentuk garis.
Metodologi    : Ilmu tentang metode; uraian tentang metode.
Observasi    : Peninjauan secara cermat.
Radikal    : Secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip).
Realisme    : Paham atau ajaran yang selalu bertolak dari kenyataan.
Rival    : Lawan; saingan (di pertandingan).
Superior    : Orang atasan; pemimpin.













DAFTAR PUSTAKA

A.F. Chalmers, Apa Itu yang Dinamakan Ilmu?, (Jakarta: Hasta Mitra, 1982).
http://bagus-surabaya.blogspot.com/2012/11/paul-feyerabend.html.
http://id.scribd.com/doc/116081249/Anarkisme-Ilmu-Pengetahuan-Menurut-Paul-Karl-Feyerabend.
http://skripsiterbaik.blogspot.com/2012/11/anarkisme-ilmu-pengetahuan-analisis.html.

0 Komentar at “Anarkisme Paul Feyerabend”

Posting Komentar