Dariku, untuk Anak Ishaq

Saat itu: saat sayap itu selalu diremehkan, saat selalu tak dihormati, saat belum tahu cara untuk terbang; saat itu kau menjawab kebimbanganku, saat itu kau tersenyum padaku, saat itu kau menjadi bayang-bayang di belakang sayapku. Saat itu kusadari bahwa salah satu sejarah di masa lalu menjadi pembawa perbedaan mendasar dalam ketauhidan (percaya bahwa hanya ada satu Tuhan) kita. Saat itu aku bertanya: siapakah al-Akhor (yang terakhir), siapakah yang al-Haq (yang benar)? Untuk itu, aku disini, mencari alasan atas perbedaan itu.
Aku mencari Kebenaran. Aku membaca buku, namun buku selalu bertengkar dengan buku yang lain. Aku berkesimpulan bahwa buku tidaklah lebih dari kumpulan pendapat. Aku bertanya, namun pertanyaanku laksana momok menakutkan dan hilang sebagai hantu mimpi-mimpi. Aku bekesimpulan bahwa pertanyaanku terlalu gelap di masa lalu dan terlalu terang di masa depan. Aku membaca al-Qur’an, ternyata al-Qur’an menceritakan sejarah tak terbantah, pun meramalkan ratusan abad di masa mendatang tanpa diragukan. Lalu mengapa Tuhan tidak menciptakanmu sebagai salah satu pemeran dari substansi Isma’il, melainkan karena engkau terlahir oleh keluarga yang memisahkanmu dari fitrohmu (kebenaran bawaan)?
Seseorang pernah berkata, “Mereka yang meninggalkan segala kebebasan di luar sana untuk mengabdikan hidupnya sebagai pencari Kebenaran, sesungguhnya dia telah mengorbankan dirinya untuk menjadi ash-Sholih (yang baik).” Dan aku, sungguh, aku tak bisa mengejawantahkan pengorbananku. Aku tidak dapat membawamu pasa shiroh al-mustaqiem (jalan yang lurus), aku belum dapat mengembalikan fitrohmu, aku belum dapat menemui sang Substansi Pertama.
Jemario Mestika Gurusinga. Terimakasih atas kepercayaanmu di tengah keraguan mereka. Ma’af, aku bukanlah Rasulullah yang membahasakan al-‘Aql (akal) menjadi terdengar seperti bahasa kalian.

2 Komentar:

Pembaca yang baik selalu meninggalkan kesan :]