Aku sang Filosof


Di atas gedung putih, di bawah pilar-pilar ramping yang menjulang ke langit, aku duduk bersandar pada tembok di samping anak-anak tangga. Pandanganku tertuju pada langit-langit bumi. Matahari tengah menyelimuti dirinya dengan gumpalan awan-awan putih, tetapi sayap-sayapnya menyeruak di antaranya. Dan kesunyian biru langit mengabarkan kedamaian masa depan di balik tabir waktu.

Kupu hitam terbang lamban seperti angin yang mengalir. Menjadi ombak bagi rerantingan  dan bebambuan dan layang-layang. Sesekali dia menyampaikan burung-burung kecil di atas sana. Aku pernah bercengkerama dengan mereka; bukan dengan siulan atau pekikan atau nyanyian. Aku hanya menelisik batinnya dalam diam. Orang berkata, “Kau adalah malaikat yang diutus untuk mereka!” Aku berkata, “Bukan. Aku hanya saudara bagi mereka.”

Aku tidak dapat selalu menyertakan diriku dalam pertemuan mereka dengan malapetaka. Aku pun sibuk mengungkap rahasia kehidupan dengan saudara-saudaraku yang lain; dengan bebintangan mengenai kesendirian bulan; dengan langit mengenai kebiruan warnanya; atau dengan beburungan tentang angin yang selalu bersembunyi. Karena mereka telah mengunjungi tempat-tempat yang belum pernah kita.

Hanya para bintang yang telah menyaksikan semesta angkasa, merekalah sang astronom sejati, yang pernah mendengar kisah penantian sang bulan. Atau siapa lagi yang mampu mengungkap rahasia biru langit selain dirinya sendiri? Apakah dia memilih biru agar lebih agung dari lautan? Dan beburungan yang mampu terbang mendaki angin pasti sedikit banyak telah mempelajari mengenai keberadaan angin. Dan bergerak tetapi apakah dia bernafas? Menghirup apa yang ada dalam dirinya sendiri?

Ini hanya sebagian rahasia kehidupan. Dan aku akan terus mencari tahu.

0 Komentar at “Aku sang Filosof”

Posting Komentar