Islamisasi Pengetahuan Ismail Raji Al-Faruqi

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Fenomena pekembangan ilmu pengetahuan yang begitu pesat ditandai oleh munculnya ilmu-ilmu pengetahuan yang baru. Fenomena ini memunculkan sebuah dampak yang begitu besar bagi umat muslim. Sebab, perkembangan ilmu pengetahuan tersebut memicu suatu kebobrokan moral dan etika yang tidak berlandaskan agama Islam, yang mana Islam telah diakui sebagai agama yang paling benar dan berakhlak. Dengan demikian, muncullah sebuah kekritisan dari cendekiawan muslim yang mencetuskan gagasan Islamisasi Pengetahuan. Salah satunya adalah Ismail Raji Al-Faruqi.
Faruqi melihat fenomena perkembangan ilmu pengetahuan ini sudah melenceng dari ajaran-ajaran Islam, sehingga menyebabkan seseorang menjadi sekuler. Oleh karena itu, beliau melakukan islamisasi pengetahuan dengan berbagai cara. Islamisasi pengetahuan merupakan langkah dalam menciptakan suatu peradaban Islam dalam dunia ilmu pengetahuan. Faruqi menawarkan dua konsep dalam melakukan Islamisasi pengetahuan. Yakni prinsip tauhid (integrasi kebenaran Islam dan ilmu pengetahuan) dan ayatisasi (pemberian ayat-ayat terhadap ilmu pengetahuan).

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin merumuskan beberapa masalah yang akan penulis bahas dalam makalah ini, yaitu:
1.    Biografi Ismail Raji Al-Faruqi.
2.    Latar belakang Islamisasi Pengetahuan Ismail Raji Al-Faruqi.
3.    Tugas Islamisasi Pengetahuan.
4.    Prinsip Islamisasi Pengetahuan.
5.    Tujuan dan langkah kerja.

C.    Tujuan Masalah
Dengan merumuskan masalah-masalah tersebut, penulis berharap agar pembaca dapat memiliki wawasan tentang Ismail Raji Al-Faruqi.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi Ismail Raji Al-Faruqi
Ismail Raji Al-Faruqi lahir pada tanggal 1 Januari 1921 M, di Jaffa, Palestina, sebelum wilayah ini diduduki Israel. Pendidikan awalnya adalah jurusan filsafat yang ditempuh di College des Frese, Libanon, kemudian di American University, Beirut. Pada tahun 1941, setelah meraih Bachelor of Arts (BA), beliau bekerja sebagai pegawai pemerintah (PNS) Palestina di bawah mandat Inggris. Pada tahun 1945, karena kepemimpinannya yang menonjol, Faruqi diangkat sebagai gubernur di propinsi Galelia, Palestina. Namun, pada tahun 1947, provinsi tersebut jatuh ke tangan Israel sehingga beliau terpaksa melepas jabatannya. Setelah setahun menganggur, beliau hijrah ke Amerika.
Pada tahun 1948 hingga 1949, Faruqi melanjutkan studinya dalam bidang filsafat di Indiana University sampai meraih gelar master. Pada tahun 1951, beliau meraih gelar master kedua dalam bidang yang sama di Universitas Harvard. Puncaknya, tahun 1952, beliau meraih gelar Ph.D dari Universitas Indiana. Namun apa yang dicapainya ini tidak memuaskannya, sehingga beliau pergi ke Mesir untuk lebih mendalami ilmu-ulmu keislaman di  Universitas Al-Azhar, Kairo.
Pada tahun 1959, Faruqi pulang dari Mesir dan mengajar di McGill, Montreal, Kanada, sambil mempelajari Yudaisme dan Kristen secara intensif. Namun, tahun 1961, beliau mengambil bagian dalam kegiatan Central Institute for Islamic Research (CIIR) dan jurnalnya yang berjudul Islamic Studies di Karachi, Pakistan. Pada tahun 1963, Faruqi kembali ke Amerika, mengajar di School of Devinity, Universitas Chicago dan melakukan kajian keislaman di Universitas  Syracuse, New York. Selanjutnya, tahun 1968, Faruqi pindah dan menjadi guru besar Pemikiran dan Kebudayaan Islam pada Temple University, Philadelphia. Di sini Faruqi mendirikan Departemen Islamic Studies sekaligus memimpinnya sampai akhir hayatnya, 27 Mei 1986. Menurut beberapa sumber, Faruqi meninggal karena diserang oleh orang tak dikenal yang diidentifikasi sebagai agen Mossad, agen rahasia Israel.

B.    Latar Belakang Islamisasi Pengetahuan
1.    Keadaan Pendidikan di Dunia Islam Pada Masa Kini
Meskipun perluasan hebat yang terjadi sedemikian jauhnya, keadaan di dunia Islam adalah yang teburuk. Keadaan pendidikan di dunia islam pada masa kini dapat dilihat dari keadaan sekolah, akademi dan universitas yang tidak pernah seberani sekarang dalam mengemukakan gagasan yang tidak islami, serta para pemuda muslim yang seacuh sekarang terhadap Islam. Karena diciptakan di masa kolonial, sistem pendidikan yang sekular ini memegang proporsi yang sangat besar, dan mencampakkan sistem Islam di bidang ini. Kebanyakan pendidikan Islam merupakan usaha swasta yang mendapatkan dana dari masyarakat. Apabila dana negara tidak tersedia, maka desakan-desakan untuk sekularisasi dipaksakan dengan alasan demi modernisasi dan kemajuan. Desakan-desakan ini biasanya membagi kurikulum menjadi dua bagian yang berbeda, yaitu bagian yang Islam dan bagian yang modern.
Kemerdekaan nasional telah memberikan dorongan yang terbesar kepada sistem sekular, dengan menganggap kemerdekaan itu sebagai kemerdekaannya sendiri, mencurahkan dana negara ke dalam sistem itu dan semakin mensekularkannya dengan dalih nasionalisme. Lebih buruk lagi, pada zaman ini, kita mendapati sikap sinis dan lesu, serta ketidakpercayaan kepada setiap pemimpin. Hal ini diakibatkan oleh janji palsu dan kekecewaan yang berulang kali sebagai contoh jelek dari pemimpin yang bermental bobrok. Tidak satu pun, entah itu pemerintah muslim, pengelola universitas atau organisasi swasta yang pernah melakukan usaha yang cukup untuk mencegah merosotnya moral para siswa dan proses de-islamisasi melalui pendidikan. Pada akhirnya, program pembangunan gedung-gedung yang kolosal di negara-negara kaya dan pertambahan jumlah siswa, fakultas, dan fasilitas-fasilitas lain hanya berguna bagi pihak sekular. Di mana-mana terjadi perlombaan yang sangat cepat untuk mencapai model pendidikan Barat.
Di samping itu, ada sistem yang memadukan antara sistem Islam dengan sistem Barat. Sistem ini, selain memberikan materi agama juga memberikan berbagai disiplin ilmu modern yang diadopsi dari Barat. Namun, sistem ini tidak dilakukan atas dasar filosofis yang benar, tetapi diberikan secara seimbang. Ilmu-ilmu agama dijejerkan dengan ilmu-ilmu umum sehingga tidak memberikan dampak positif pada siswa.
2.    Tidak Adanya Ketajaman Wawasan
Meskipun semuanya sudah dijalankan dengan sistem yang tidak sesuai dengan Islam, hasil yang dicapai bukanlah sistem pendidikan model Barat, tetapi hanya tiruannya saja. Sebagaimana model pendidikan Islam, kesuksesan model pendidikan Barat juga sangat bergantung kepada sebuah wawasan dan dihidupkan oleh keinginan untuk merealisasikan pandangan tersebut. Wawasan mengenai diri sendiri, dunia, dan realitas melahirkan semangat dalam pencarian pengetahuan. Sedangkan, wawasan Islam jelas sangat berbeda dengan pandangan Barat ini. Itulah sebabnya mengapa selama hampir dua abad dengan sistem pendidikan sekular Barat, kaum muslimin tidak menghasilkan sesuatu pun—baik berupa sekolah atau universitas maupun generasi para candekiawan—yang sebanding dengan kreativitas atau kehebatan Barat. Gedung dan kantor, perpustakaan dan laboraturium, ruang kelas dan auditorium yang dipenuhi para siswa dan dosen hanyalah perlengkapan material yang tidak berharga tanpa adanya wawasan. Seseorang tidak memiliki wawasan Barat karena terpaksa dan tidak memiliki wawasan Islam karena pilihannya—karena kebodohan, malas, dan ketidakacuhan.
Selain itu, teladan tertinggi dari dosen universitas Islam merupakan seorang profesor yang meraih gelar doktor di sebuah universitas di Eropa. Dia mendapat pendidikan di Barat dan lulus dengan nilai sedang. Hal ini disebabkan karena dia belum pernah mendapatkan motivasi Islam—dia tidak menuntut ilmu karena Allah, tetapi untuk kepentingan material atau nasional—dia tidak mendapatkan semua pengetahuan yang dapat diperolehnya di Barat. Dia tidak lebih unggul dari guru-guru pengajarnya di Barat, juga tidak seperti leluhurnya yang mempelajari dan mengislamisasikan sains-sains yang telah diterimanya. Dia merasa cukup puas untuk lulus dan mendapatkan posisi penting dan menguntungkan. Maka wajar saja jika siswa-siswanya makin kurang memiliki motivasi dan kecakapan lagi dibanding dirinya. Lama-kelamaan, pendidikan Barat di dunia Islam berubah menjadi tiruan atau karikatur Barat.

C.    Tugas Islamisasi Pengetahuan
1.    Pemaduan Kedua Sistem Pendidikan
Sistem pendidikan Islam dari madrasah dasar dan menengah, serta kulliyah dan jami’ah pada tingkat perguruan tinggi harus dipadukan dengan sistem sekular dari sekolah dan universitas umum. Perpaduan ini harus dilakukan sedemikian rupa sehingga sistem baru yang terpadu itu dapat memperoleh kedua macam keuntungan dari sistem-sistem terdahulu, yaitu sumber-sumber finansial negara dan keterlibatan kepada wawasan (vision) Islam. Sistem ini juga harus menjadi kesempatan yang tepat untuk menghilangkan keburukan masing-masing sistem, yaitu tidak memadainya buku-buku pegangan yang  telah usang dan guru-guru yang tak berpengalaman di dalam sistem yang tradisional, dan peniruan metode-metode dan ideal-ideal Barat sekular di dalam sistem yang sekular.
2.    Menanamkan Wawasan (vision) Islam
Dengan perpaduan kedua sistem pendidikan tersebut, diharapkan akan lebih banyak yang bisa dilakukan daripada sekedar memakai cara-cara sistem Islam selama ini atau cara-cara otonomi sistem sekular. Dengan perpaduan ini, pengetahuan Islam akan bisa dijelaskan dengan gaya sekular, yang berarti pengetahuan Islam akan menjadi pengetahuan tentang sesuatu yang langsung berhubungan dengan kehidupan kita sehari-hari di dunia ini, sementara pengetahuan modern akan bisa kita bawa dan masukkan ke dalam kerangka sistem Islam. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:
a)    Mempelajari Kebudayaan Islam
Satu-satunya penangkal untuk melawan proses deislamisasi di tingkat perguruan tinggi adalah kewajiban mempelajari kebudayaan Islam selama empat tahun. Kewajiban bahwa dia adalah seorang umat Islam, mengharuskannya untuk menuntut sejumlah bekal pengetahuan tentang warisan, pemahaman semangat, dan mengenal kebudayaan umat Islam. Hanya studi yang seperti inilah yang dapat membuatnya kebal terhadap ideologi-ideologi yang datang dari luar; karena studi itu membuatnya sanggup melawan argumentasi dengan argumentasi atau bukti obyektif dengan bukti obyektif. Hanya dengan studi yang demikianlah yang mempersiapkan dirinya untuk benar-benar berpasrtisipasi di dalam kehidupan dan kemajuan kultural umat; karena melaluinya dia akan dapat mempelajari esensi kebudayaan Islam, logika Islam, arah yang dituju atau hendak dituju umat. Hanya melalui studi demikianlah, dia akan dapat membedakan dirinya dengan yang lain di antara umatnya dan merasa bangga karena perbedaan tersebut, bergairah untuk mempertahankannya dan menarik orang lain untuk mengidentifikasi diri mereka dengan umatnya.

b)    Islamisasi Pengetahuan Modern
Sebelum kaum muslim mengalami dekadensi dan tertidur, mereka pernah berhasil dengan memberikan sumbangan-sumbangan yang berharga di setiap bidang, dan mereka mempergunakan pengetahuan itu dengan efisien untuk memajukan ideal-ideal mereka tentang Islam. Sementara itu, orang-orang non-muslim telah mengambil warisan-warisan dari ilmuwan muslim, mengintegrasikannya ke dalam pandangan mereka, mengembangkan disiplin-disiplin tersebut, menambahkan disiplin-disiplin tersebut dengan sumbangan-sumbangan mereka sendiri dan memanfaatkan pengetahuan baru itu untuk kepentingan mereka. Pada zaman ini, orang-orang non-muslim adalah para ahli yang tak dapat diragukan di dalam semua disiplin tersebut. Buku, presentasi, sudut pandang, masalah dan ideal non-muslim diajarkan kepada para pemuda muslim. Para pemuda muslim diwesternisasikan oleh guru-guru muslim di universitas muslim.
Situasi ini harus diubah. Syarat pertama, para akademikus muslim harus menguasai semua disiplin ilmu modern, memahami disiplin-disiplin tersebut dengan sempurna, dan merasakan itu sebagai sebuah perintah yang tak bisa ditawar. Setelah itu, mereka harus mengintegrasikan pengetahuan baru tersebut ke dalam keutuhan warisan Islam dengan melakukan eliminasi, perubahan, penafsiran kembali, dan penyesuaian terhadap komponen-komponennya sebagai sudut pandang Islam dan menerapkan nilainya. Yang terakhir, mereka harus mengajarkan kepada generasi muslim dan non-muslim, bagaimana mengikuti langkah mereka, lebih memajukan pengetahuan manusia, menemukan lapisan baru  dari pola Allah  di alam semesta, dan mengadakan cara baru agar kehendak dan perintah-Nya menjadi kenyataan di dalam sejarah.

D.    Prinsip Dasar Islamisasi
Menurut Faruqi, akibat dari paradigma yang sekuler adalah pengetahuan menjadi kering, bahkan terpisah dari prinsip tauhid, suatu prinsip global yang mencakup lima kesatuan, yaitu:
a)    Kesatuan Tuhan
Tidak ada tuhan selain Allah., yang menciptakan dan memelihara semesta. Implikasinya, berkaitan dengan pengetahuan adalah bahwa sebuah pengetahuan bukan untuk menerangkan dan memahami realitas sebagai entitas yang terpisah dari realitas absolut (Allah), melainkan melihatnya sebagai bagian yang integral dari eksistensi-Nya. Karena itu, islamisasi ilmu mengarahkan pengetahuan pada kondisi analisis dan sintesis tentang hubungan realitas yang dikaji dengan hukum Allah.
b)    Kesatuan Alam
Semesta yang ada ini baik yang material, psikis, spasial (ruang), biologis, sosial, atau estetis adalah kesatuan yang integral. Masing-masing saling kait dan saling menyempurnakan dalam ketentuan hukum alam untuk mencapai tujuan akhir tertinggi (Allah). Namun, bersamaan dengan itu, Dia juga menundukkan alam semesta untuk manusia sehingga mereka bisa mengubah polanya dan mendayagunakannya demi kesejahteraan umat.
c)    Kesatuan Kebenaran dan Pengetahuan
Kebenaran bersumber pada realitas, dan semua realitas berasal dari sumber yang sama (Allah), sehingga kebenaran tidak mungkin lebih dari satu. Apa yang disampaikan lewat wahyu tidak mungkn bertentangan dengan dengan realitas yang ada, karena Dia-lah yang menciptakan keduanya. Faruqi merumuskan kesatuan kebenaran ini sebagai berikut:
(1)    Berdasarkan wahyu, tidak boleh membuat klaim yang paradoksal dengan realitas.
(2)    Tidak adanya kontradiksi antara realitas dan wahyu, berarti tidak ada satu pun kontradiksi antara nalar dan wahyu yang tidak terpecahkan.
(3)    Pengamatan dan penyelidikan terhadap semesta dengan bagian-bagiannya tidak pernah berakhir karena pola tuhan tidak terbatas.
d)    Kesatuan Hidup
Kehendak Allah terdiri atas dua macam, yaitu (a) hukum alam (sunnatullah) dengan segala materinya yang memungkinkan untuk diteliti dan diamati, dan (b) agama, hukum moral yang harus dipatuhi. Kedua hukum ini berjalan seiring, senada, dan seirama dalam kepribadian seorang muslim. Sehingga tidak ada pemisahan antara yang bersifat spiritual dan material, antara jasmani dan rohani.
e)    Kesatuan Umat Manusia
Tata sosial Islam adalah universal, mencakup seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Kelompok muslim tidak disebut bangsa, suku, atau kaum melainkan disebut umat. Pengertian umat bersifat trans-lokal dan tidak ditentukan oleh pertimbangan geografis, ekologis, etnis, warna kulit, kultur, dan lainnya tetapi dari sisi ketakwaannya. Konsep ini mengajarkan bahwa setiap pengembangan ilmu harus berdasar dan bertujuan untuk kepentingan kemanusiaan, bukan hanya kepentingan golongan, ras, dan etnis tertentu.

E.    Tujuan dan Langkah Kerja
Tujuan-tujuan dari rencana kerja islamisasi pengetahuan adalah sebagai berikut:
1.    Penguasaan disiplin ilmu modern
2.    Penguasaan khasanah Islam
3.    Penentuan relevensi Islam bagi masing-masing bidang ilmu modern
4.    Pencarian sintesa kreatif antara khasanah Islam dengan ilmu modern
5.    Pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan pola rencana Allah swt.
Untuk merealisasikan tujuan-tujuan ini, sejumlah langkah menentukan yang harus diambil adalah:
1.    Penguasaan disiplin ilmu modern, penguasaan kategoris. Pada langkah awal ini, disiplin-disiplin ilmu modern harus dipecah-pecah menjadi kategori-kategori, prinsip-prinsip, metode, problema, dan tema-tema.
2.    Survei disiplin ilmu. Pada tahap ini, setiap disiplin ilmu modern harus disurvei dan ditulis dalam bentuk bagan (skema) mengenai asal-usul, perkembangan, dan pertumbuhan metodologinya, keluasan cakupannya, serta sumbangan pemikiran yang telah diberikan tokoh utamanya. Bibliografi dengan keterangan yang memadai dari karya-karya terpenting dibidang ini harus pula dicantumkan sebagai penutup dari masing-masing disiplin ilmu.
3.    Penguasaan khasanah Islam, sebuah antrologi. Pada tahap ini perlu dicari sampai sejauh mana khasanah Islam menyentuh dan membahas objek disiplin ilmu modern tersebut. Tujuannya agar dapat ditemukan relevansi di antara khasanah Barat dan Islam.
4.    Penggunaan khasanah ilmiah Islam tahap analisis. Tahap ini diadakan analisis terhadap khasanah Islam dengan latar belakang historis dan kaitannya dengan berbagai bidang kehidupan manusia. Analisis historis ini dapat memperjelas berbagai wilayah  wawasan Islam itu sendiri. Namun, analisis ini harus dilaksanakan berdasarkan daftar urut prioritas. Tahap ini bertujuan untuk mendekatkan karya-karya khasanah Islam kepada para sarjana didikan Barat, dan untuk mengenal lebih jauh tentang kontruksi khasanah Islam sehingga diketahui lebih jelas jangkauan gagasannya sesuai dengan konteks masanya.
5.    Penentuan relevansi Islam yang has terhadap disiplin-disiplin ilmu. Pada tahap ini, hakikat disiplin ilmu modern beserta metode dasar, prinsip, problem, tujuan, hasil pencapaian, dan segala keterbatasannya dikaitkan dengan khasanah Islam. Begitu pula relevansi-relevansi khasanah Islam spesifik pada masing-masing ilmu harus diturunkan secara logis dari sumbangan mereka. Dalam hal ini, ada tida hal yang harus dijawab (a) Apa yang telah disumbangkan oleh Islam, mulai dari Al-Qur’an hingga kaum modernis saat ini kepada seluruh masalah yang dikaji disiplin-disiplin ilmu moden, (b) Seberapa besar sumbangan Islam tersebut dibandingkan ilmu-ilmu Barat, (c) Jika ada bidang masalah yang sedikit disentuh atau bahkan di luar jangkauan khasanah Islam, ke arah mana ilmuan Islam harus mengisi kekurangan, merumuskan kembali permasalahannya, dan memperluar cakrawala wawasan disiplin ilmu tersebut?
6.    Penilaian kritis terhadap disiplin keilmuan modern dan tingkat perkembangannya di masa kini. Setelah mendeskripsikan dan menganalisis berbagai sisi dan relevansi antara khasanah Islam dan Barat, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis kritis terhadap masing-masing ilmu dilihat dari sudut pandang Islam. Ada beberapa hal yang harus dijawab: (a) Benarkah disiplin ilmu tersebut telah memenuhi visi pelopornya? (b) Benarkah ini telah merealisasikan peranannya dalam upaya mencari kebenaran? (c) Sudahkan disiplin ilmu tersebut memenuhi harapan manusia dalam tujuan hidupnya? (d) Sudahkah ilmu tersebut mendukung pemahaman dan perkembangan pola ciptaan ilahi yang harus direalisasikan? Jawaban atas berbagai persoalan ini harus terkumpul dalam bentuk laporan mengenai tingkat perkembangan disiplin ilmu modern dilihat dari perspektif Islam.
7.    Penilaian kritis terhadap khasanah Islam dan tingkat perkembangannya. Interpretasi muslim terhadap Al-Qur’an dan sunnah yang historis-kontekstual harus selalu dinilai dan dikritik berdasarkan prinsip-prinsip dari kedua sumber pokok tersebut. Relevansi pemahaman manusiawi tentang wahyu ilahi di berbagai aspek persoalan manusia harus dikritik dari tiga sudut: (a) Wawasan Islam sejauh yang dapat ditarik dari sumber-sumber wahyu beserta bentuk konkretnya dalam sejarah kehidupan Rasul, sahabat, dan keturunannya, (b)  Kebutuhan krusial umat manusia saat ini, (c) semua disiplin ilmu modern yang diwakili oleh disiplin ilmu tersebut.
8.    Survei permasalahan yang dihadapi umat Islam. Pada tahap ini, diadakan survei terhadap berbagai problem intern di segala bidang.
9.    Survei permasalahan yang dihadapi manusia. Sebagian dari wawasan dan visi Islam adalah tanggung jawabnya yang tidak terbatas pada kesejahteraan umat Islam, tetapi juga menyangkut kesejahteraan seluruh umat manusia di dunia dengan segala heterogenitasnya, bahkan mencakup seluruh alam semesta.
10.    Analisis sintesis kreatif dan sintesis. Setelah memahami dan menguasai semua disiplin ilmu modern dan disiplin keilmuan Islam tradisional, menimbang kelebihan dan kelemahan masing-masing, mendeterminasikan relevansi Islam dengan dimensi-dimensi pemikiran ilmiah tertentu pada disiplin-disiplin ilmu modern, mengidentifikasi problem yang dihadapi umat Islam dalam lintasan sejarah sebagai hamba sekaligus khalifah, dan setelah memahami permasalahan yang dihadapi dunia maka saatnya mencari lompatan kreatif untuk bangkit dan tampil sebagai protektor dan developer peradaban manusia. Sintesis kreatif yang akurat harus dibuat di antara ilmu-ilmu Islam tradisional dan disiplin ilmu-ilmu modern untuk dapat mendobrak stagnasi intelektual selama beberapa abad.
11.    Penuangan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka Islam, buku-buku dasar tingkat universitas. Inilah puncak dari gerakan islamisasi pengetahuan. Namun, penulisan buku-buku ini bukanlah pencapaian final, melainkan justru baru sebagai permulaan dari sebuah perkembangan peradaban Islam di masa depan.
12.    Penyebaran ilmu-ilmu yang telah diislamkan. Karya-karya yang berharga tersebut tidak akan berarti jika hanya dinikmati oleh orang-orang tertentu atau dalam kalangan terbatas.
Selain itu, untuk mempercepat program islamisasi, pertama, harus sering dilakukan seminar dan konferensi yang melibatkan berbagai ahli dalam bidang keilmuan untuk memecahkan persoalan di sekitar pengkotakan antar disiplin ilmu pengetahuan. Kedua, lokakarya untuk pembinaan staf. Setelah sebuah buku pelajaran dan tulisan pendahuluan ditulis sesuai dengan aturan 1 sampai 12, maka penulis buku harus bertemu staf pengajar untuk mendiskusikan sekitar pra-anggapan tak tertulis, dampak-dampak tak terduga dari teori, prinsip, dan pemecahan masalah yang dicakup buku tersebut. Selain itu, harus pula dijajaki sekitar persoalan metode pengajaran yang diperlukan untuk memahami buku-buku yang dimaksud sehingga para staf pengajar dapat terbantu dalam upayanya mencapai tujuan akhir secara lebih efisien.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.    Ismail Raji Al-Faruqi lahir pada tanggal 1 Januari 1921 M, di Jaffa, Palestina, sebelum wilayah ini diduduki Israel. Pendidikan awalnya di jurusan filsafat di Libanon dan Beirut menjadikannya cukup berhasil dan dipercaya untuk diangkat sebagai gubernur di propinsi Galelia, Palestina. Namun, pada tahun 1947, provinsi tersebut jatuh ke tangan Israel sehingga beliau terpaksa melepas jabatannya. Faruqi juga mempelajari Yudaisme dan Kristen secara intensif. Peran Faruqi sangat mewarnai dunia Islam.
2.    Latar belakang Islamisasi Pengetahuan Ismail Al-Faruqi adalah karena beliau mengindikasi keadaan pendidikan di dunia Islam yang disekularkan, bahkan pemerintah ikut berperan di dalamnya. Selain itu, tidak adanya guru-guru pemberi wawasan Islam dan sifat malas dari muslim sendiri mengakibatkan kurangnya wawasan Islam yang seharusnya dapat memberi semangat baginya dalam mempelajari pengetahuan.
3.    Menurut Faruqi, pemaduan sistem Barat dan Islam harus dilakukan sedemikan rupa, sehingga dapat memperoleh kedua macam keuntungan dari sistem-sistem terdahulu. Selanjutnya adalah memberikan wawasan Islam kepada siswa-siswa.
4.    Prinsip dasar Islamisasi Pengetahuan adalah kesatuan tuhan, kesatuan alam, kesatuan kebenaran dan pengetahuan, kesatuan hidup, dan kesatuan umat manusia.
5.    Tujuan dari Islamisasi Pengetahuan Al-Faruqi adalah untuk enguasaan disiplin ilmu modern, penguasaan khasanah Islam, penentuan relevensi Islam bagi masing-masing bidang ilmu modern, pencarian sintesa kreatif antara khasanah Islam dengan ilmu modern, pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan pola rencana Allah swt. Sedangkan langkah-langkahnya adalah penguasaan disiplin ilmu modern, survei disiplin ilmu, penguasaan khasanah Islam, penggunaan khasanah ilmiah Islam tahap analisis, penentuan relevansi Islam yang has terhadap disiplin-disiplin ilmu, penilaian kritis terhadap disiplin keilmuan modern dan tingkat perkembangannya di masa kini, penilaian kritis terhadap khasanah Islam dan tingkat perkembangannya, survei permasalahan yang dihadapi umat Islam, survei permasalahan yang dihadapi manusia, analisis sintesis kreatif dan sintesis, penuangan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka Islam, penyebaran ilmu-ilmu yang telah diislamkan.
GLOSARIUM

Bibliografi    : Kepustakaan.
Eksistensi    : Keberadaan.
Entitas    : Wujud/keadaan suatu benda.
Esensi    : Intisari.
Etnis    : Bersifat kesukuan.
Dekadensi    : Kemunduran.
Fenomena    : Suatu fakta dan gejala-gejala.
Integrasi    : Penyatuan menjadi suatu kesatuan yang utuh.
Intern    : Dalam lingkungan sendiri.
Khasanah    : Kebaikan; pembendaharaan.
Krusial    : Penting sekali.
Paradoksal    : Sesuatu yang sifatnya bertolak-belakang.
Relevansi    : Keterkaitan.

















DAFTAR PUSTAKA

Al-Faruqi, Ismail Raji. Islamisasi Pengetahuan. (Bandung: Penerbit Pustaka, 1995).
Rajasa, Sutan.  Kamus Ilmiah Populer. (Surabaya: Karya Utama,  2002).
Soleh, Khudori. Filsafat Islam: Dari Klasik Hingga Kontemporer. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2014).
http://www.republika.co.id/kanal/koran/islam-digest-koran/Ismail%20Raji%20al-Faruqi%20Cendekiawan%20Palestina%20Kelas%20Dunia%20_%20Republika%20Online.htm.

0 Komentar at “Islamisasi Pengetahuan Ismail Raji Al-Faruqi”

Posting Komentar